Related items based on your search keywords will be listed here.

Home>For Jobseeker > Kalibrr x UXiD: Continuous Collaboration by Design
For Jobseeker

Kalibrr x UXiD: Continuous Collaboration by Design

Karina

March 06 • 12 min read

Di bulan Februari ini, Kalibrr mendukung komunitas UX Indonesia (UXiD) dalam mengadakan meetup bulanan dengan tema “Cross-Functional Collaboration Chapter 2”. UXiD adalah sebuah komunitas terbuka, nirlaba (non-profit), untuk mereka yang tertarik dengan user experience (pengalaman pengguna) di Indonesia yang dijalankan secara sukarela.

 

UXiD: Sharing the Meaningful Experience

“Sebenarnya ini adalah acara reguler dari komunitas UXiD; di kedepannya kami juga akan membuat  beberapa acara lainnya, seperti design camp.” Gerald Mamengko, penanggung jawab untuk acara meet up kali ini, bercerita kepada tim Kalibrr. “Alasan kami mengadakan acara-acara seperti ini adalah untuk sharing knowledge, terutama agar seorang praktisi UI atau UX bisa tahu lebih banyak dalam bidangnya. Dengan bergabung ke komunitas ini kita bisa berbagi dengan para lead designers dari berbagai perusahaan.”

Menurut Gerald, komunitas UXiD sudah memfasilitasi banyak hal bagi para anggotanya; sebagian dari fasilitas tersebut adalah panel untuk para jobseeker, dan untuk scale up kemampuan diri juga. “Banyak yang bergabung dengan komunitas UXiD malah dapat pekerjaan sejak bergabung dengan UXiD.” tutur Gerald. Dia juga mengungkapkan bahwa informasi pekerjaan yang diberikan oleh Kalibrr sangat membantu anggota UXiD dalam mendapatkan pekerjaan.

“Bagusnya komunitas ini adalah kami dapat mempertemukan para desainer dari berbagai kantor; hal ini dapat mendorong keluarnya solusi dan insight dari sesama praktisi yang berbeda perusahaan.” imbuhnya.

Dalam meetup kali ini, UXiD Chapter Jakarta mengundang Artanto (Pepe) Ishaam selaku Lead Agile Coach dari HappyFresh dan Imam Rachmadi, selaku Head of UX dari digiro.in. Dengan topik Cross-Fuctional Collaboration, para pembicara lebih membahas UX secara general.

Artanto-Ishaam

 

Cross-functional Collaboration: Yang Happy, Yang Fresh

Gimana caranya kita memulai tim yang cross-functional? Dari mana kita bisa memulai? Apa saja tips serta checklist untuk memulai proses kerjasamanya?” mas Pepe—sapaan akrab Artanto—membuka sesi pertama dengan pertanyaan-pertanyaan berikut. Presentasi yang dibawakan dengan sangat ringkas dan menyenangkan ini membahas empat poin penting dalam merancang tim dengan spesialisasi yang saling berbeda, namun dapat berkolaborasi dengan efisien.

“Sebelum kita memulai sebuah proyek, kita harus punya tujuan yang sama. Poin pertama, adalah connecting the purpose.ujar mas Pepe. Kadangkala, sebagai seorang yang lebih memahami teknis, seorang developer mungkin memiliki cara pikir yang berbeda, sehingga proses komunikasi tidak menjadi selaras. “Bisa jadi yang kita tuju sama tapi hanya perbedaan sudut pandang.”

Yang kedua, buat semua proses transparan. Sebagai seorang yang memahami agile process, proses sebuah proyek yang kita kerjakan harus bisa dilihat oleh organisasi. “Yang terpenting, semua memahami prosesnya, bukan hanya sekedar showcase.” ucap mas Pepe. Yang perlu diingat juga, tambah mas Pepe, adalah bukan hanya untuk terlihat semuanya lewat mata, tapi harus dapat membuat orang-orang non-developer paham dan tergerak untuk memahami.

“Ingat, tujuan kita harus membuat orang merasa ‘gatel’ dan ‘kepo’ pada apa yang kita kerjakan.” bagi mas Pepe, cross-functional collaboration baru akan bekerja ketika ada fasilitas yang menunjang. Fasilitas bisa juga termasuk sarana media yang masuk dalam poin sebelumnya, ataupun prasarana lainnya seperti rasa keterbukaan pada segala macam kritik dan feedback.

“Perlu diingat juga bahwa interaksi kita harus saling menyepakati! Kita tidak bisa saling menang sendiri, karena kita harus mengingat segala macam faktor kelanjutan proyek ini. Mungkin dari sisi UI/UX desainnya susah, tapi akan lebih parah lagi kalau sudah masuk ke coding.” dalam keadaan tersebut, maka feasibility proyek pun jadi terancam, padahal, akarnya hanya karena cara penanganan feedback dan komunikasi kurang lancar.

Hal terakhir setelah semua poin tersebut sudah dibuat adalah setting the rules. Aturan yang dibicarakan adalah aturan main di platform yang sudah didesain oleh tim secara konsensus. “Singkatnya, kita akan menciptakan jalannya komunikasi dan kolaborasi ini menjadi pembangunan komitmen.” Menurut mas Pepe, perlu juga diberitahukan kepada anggota tim akan proses dan maknanya, atau kalau tidak, proses yang ada akan menjadi sebuah ritual yang hampa dan mungkin tidak akan memiliki kelanjutan.

“Yang sangat disayangkan adalah ketika sebuah organisasi memulai tidak berurutan tapi langsung mulai dari poin nomor empat tentang setting the rules.” ungkap mas Pepe. Design planning yang tidak baik dimulai dengan sang user berkata ‘pokoknya kerjain aja asal desainnya terlihat bagus’ karena akan rentan revisi dan mengakibatkan inkonsistensi. “Yang terpenting, sudah punya arahan dengan poin 1 dan 2 yang kuat, maka berapapun besar organisasinya, akan menopang kelanjutan tim secara menyeluruh.”

Proses ini, menurut harapan mas Pepe, akan menjadi sebuah rutinitas dalam perusahaan itu. Secara ideal, kedepannya semua tahapan ini bisa menjadi sebuah budaya, alih-alih rutinitas belaka. “Memang startup itu adalah lingkungan yang dinamis, tapi justru karena itulah, jalannya komunikasi menjadi yang paling utama. 

Sebagaimana sebuah culture, akan ada saatnya untuk semua tahap harus melalui proses pengulangan dan diingatkan lagi, apalagi dengan perusahaan yang akan selalu terus melakukan proses ekspansif. “Kalau kita ingin mengharapkan sebuah budaya untuk berjalan, kita harus menjelaskan aturan mainnya. Tapi jelaskan kenapa aturan mainnya seperti ini.” tutup mas Pepe, yang kembali menekankan poin pertama dan kedua penting menjadi fondasi sebuah proses kolaborasi yang lancar.

 

Imam-Rachmadi

 

Continuous Delivery Environment: Building a Design Team

Dalam sesi kedua, Imam Rachmadi, selaku Head of UX dari digiro.in, membawakan bincang-bincang seputar Continuous Delivery Environment. Dalam topik ini pula, mas Imam—sapaan akrab Imam—juga menyinggung tentang pentingnya UX dalam blockchain.

Pengembangan experience yang bagus itu adalah sesuatu yang membuat pengguna (user) merasa tenang (peace of mind).” Menurut mas Imam, yang harus kita jelajahi lebih jauh adalah value apakah yang didapatkan oleh user bila mereka memakai aplikasi ini? Ketenangan macam apa yang ingin dirasakan? “Sebagai contoh, aplikasi yang sering macet, terlalu intrusif dengan banyaknya pop-up ads, dan sejenisnya adalah jenis ketidaknyamanan yang tidak membawa user pada peace of mind.”

Mas Imam juga menyinggung blockchain sebagai salah satu hal yang memiliki potensial besar kedepannya. “Saya percaya di kedepannya, blockchain akan menjadi umum seperti internet. Di masa sekarang, kita masih seperti tahap awal perkenalan internet ke umum di tahun 1990-an.” ucap mas Imam. Kedepannya, ia percaya, bahwa blockchain akan menjadi hal yang wajib dan lumrah dipakai dalam mendukung bisnis secara umum, namun karena masih banyak tampilannya yang belum dapat mudah dipahami oleh umum, penggunaan sistem blockchain masih membutuhkan banyak dukungan UX.

Memastikan konsistensi desain dalam lingkungan startup itu pun menjadi sebuah pertanyaan, terutama karena lingkungan startup yang sangat dinamik. Adanya sebuah dokumentasi desain itu akan sangat membantu. “Kita bisa melihat pencapaian terbaik kita, dan membuat karyawan baru itu memahami perjalanan sukses dalam aspek desain perusahaanmu.” mas Imam berucap, menyarankan untuk perusahaan memiliki dokumentasi desain yang baik. Design system ini juga harus sudah melalui proses curation; terutama yang berhasil agar proses ini dapat direkam jejaknya dan menjadi referensi untuk proyek-proyek selanjutnya.

Apa kata peserta?

Selesai diskusi dengan para pembicara, acara dilanjutkan dengan makan malam dan sesi networking, dimana para peserta dapat saling bertukar pikiran dengan peserta lain maupun pembicara dalam suasana yang santai. Tim UXiD juga sempat menanyakan pendapat peserta mengenai berlangsungnya acara meetup ini, dan hasilnya cukup positif.

Aku lihat di media sosial udah rame banget, udah viral, akhirnya aku join dan setelah ikut acaranya asik, pembicaranya asik, MC nya asik, semuanya oke. Sukses terus buat kedepannya. Terima kasih Kalibrr! Terima kasih UXiD!” ujar Dinda, salah satu peserta yang mengikuti acara meetup.

Hal senada juga diungkapkan oleh peserta lain yang bernama Indah, “Kesan dan pesan yang pertama yaitu asik, seru. Terus dapet ilmu baru, kenalan baru. Pesannya mungkin lebih sering lagi ya kedepannya biar kita juga dapet pengalaman dan ilmu lebih banyak lagi

Anggota-UXiD-Jakarta

“Bangga sama panitia, dan Kalibrr juga! Cepat tanggap. Kita diberikan kebebasan dan dalam proses acara ini sangat percaya kepada UXiD, bahkan bisa ikut sampai dalam sekali dalam acara ini. Thank you Kalibrr!” ungkap Gerald selaku ketua UXiD chapter Jakarta.

Kami juga bangga dengan komunitas UXiD! Sampai jumpa di lain acara, semoga kita dapat bekerjasama lagi di lain kesempatan!

==============

Kamu tergabung dalam komunitas IT? Komunitas kamu juga pengen ngadain kegiatan bareng Kalibrr? Bisa banget! Yuk kirim email ke derrel@kalibrr.com untuk detail partnership dengan kami!

Share Via:

About The Writer

Hello, my name is Karina and I work as a freelance contributor at Kalibrr. I enjoy reading self-improvement books and working out. More about Karina

Comments (0) Post Comment

No comment available yet!